Food Culture

Potensi Sangga Buwana sebagai Makanan Siap Saji yang Sehat

Salam food explorer!

Tim saya (Marcellus Arnold, Rio Lawandra, Yolanda Victoria Rajagukguk, Tri Oktaviani, Emely) per tanggal 9 Desember 2016 lalu telah mengajukan manuskrip artikel jurnal kami yang berjudul POTENSI “SANGGA BUWANA”, MAKANAN ASLI PENINGGALAN KERATON YOGYAKARTA, SEBAGAI MAKANAN SIAP SAJI YANG SEHAT ke Jurnal Nutri Sains: Jurnal Ilmiah Gizi, Pangan, dan Aplikasinya.

capture-bukti-nutri-sains
Pengajuan manuskrip jurnal ke Jurnal Nutri-Sains (9 Desember 2016)

Jurnal Nutri-Sains merupakan jurnal penelitian ilmiah mengenai gizi, pangan, dan aplikasinya yang dipublikasikan oleh Program Studi Gizi, Fakultas Psikologi dan Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang. Ruang lingkup dan menjadi fokus jurnal ini adalah gizi terkait dengan aspek biokimia, gizi klinik, gizi masyarakat, pangan fungsional, aspek kehalalan pangan, dan sosial ekonomi serta regulasi dan informasi gizi dan pangan. Akses ke Jurnal Nutri-Sains dapat melalui website: http://journal.walisongo.ac.id/index.php/Nutri-Sains/index.

Berikut adalah abstrak dari hasil penelitian atau studi literatur kami:

ABSTRAK

Sangga Buwana merupakan makanan hasil akulturasi budaya lokal dengan budaya Eropa dan Asia yang hadir di Keraton Yogyakarta sejak masa pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwono VII. Makanan ini merupakan simbol pengakuan manusia atas kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa. Komposisi bahan makanan penyusun dan cara penyajian Sangga Buwana cenderung mirip dengan burger. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi Sangga Buwana sebagai makanan cepat saji yang lebih sehat dari burger. Selain itu, dalam penelitian ini juga diteliti potensi pemanfaatan pangan lokal berupa tepung sukun (Artocorpus altilis) sebagai substitusi bahan baku tepung terigu sebagai bahan penyusun kue sus. Penelitian dilakukan lewat studi literatur dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Sangga Buwana berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai makanan cepat saji yang sehat karena kaya serat, tinggi mineral, dan lebih rendah lemak daripada tepung terigu. Tepung sukun juga bisa mensubsitusi secara parsial peran tepung terigu sebagai bahan baku pembuatan kue sus.

Kata kunci: Keraton Yogyakarta, Sangga Buwana, Tepung Sukun

=====================================================

Pada tanggal 19 Desember 2016 lalu, surat resmi yang menunjukkan bahwa manuskrip kami sedang diperiksa oleh tim editor/redaksi dikirimkan melalui email. Berikut contoh suratnya:

captureassad
Surat penerimaan naskah artikel ketim redaksi Jurnal Nutri-Sains (akan diproses lebih lanjut oleh tim redaksi)

Proses selanjutnya adalah menunggu koreksi atau saran dari pihak editor kepada tim saya untuk melakukan perbaikan. Demikian informasi dari saya, apabila teman-teman ingin apply manuskrip teman-teman mengenai gizi juga bisa diajukan di Jurnal Nutri-Sains ini.

Terima kasih,

Salam food explorer!

Food Culture

Sangga Buwana Juara Terbaik Lomba Submit Data #NusaKuliner, Sobat Budaya

Salam food explorer! Ada berita baik nih!

Masih ingat dengan lomba submit data #NusaKuliner?? Lomba mengenai cerita dibalik makanan tradisional, di mana tim saya memilih untuk mengikuti lomba tersebut dengan cerita makanan tradisional Sangga Buwana, kue sus kesukaan Sri Sultan Hamengkubuwana 8, dari Yogyakarta.

Yap puji Tuhan, tim saya akhirnya meraih juara terbaik lomba submit data. Berikut adalah pengumuman yang diumumkan oleh Instagram @sobatbudaya

captureaaaa

Senang rasanya bisa turut melestarikan dan memperkenalkan makanan tradisional Yogyakarta, Sangga Buwana ini kepada teman-teman di seluruh nusantara ini. Jika teman-teman ingin membaca hasil tulisan kami, teman-teman bisa membuka link berikut ini: Link Sangga Buwana-Lomba Sobat Budaya

Teman-teman yang ingin ikut serta sharing mengenai makanan tradisional Indonesia, bisa juga submit data budaya di budaya-indonesia.org. Yuk kita lestarikan budaya Indonesia bersama-sama agar tidak direbut oleh negara lain 🙂

Salam food explorer!

Food Culture

Sangga Buwana is on Youtube! (Vlog)

Halo semuanya!

Seperti yang telah saya janjikan di post-post sebelumnya mengenai Sangga Buwana, saya akhirnya telah mmengunggah video tentang sejarah/cerita dan cara pembuatan Sangga Buwana. Buat teman-teman yang ingin menyaksikannya, boleh teman-teman buka pada link berikut ini:

Atau lihat langsung di Youtube: Link Video Sangga Buwana

Dari sini, kalian bisa belajar dan mencoba makanan khas keraton yang satu ini. Jangan lupa untuk like dan share ya! Save Tranditional Food from Indonesia!

Berikut ringkasan Resep Sangga Buwana (Songgo Buwono):

Bahan pembuatan kue sus (5 porsi):

  • 125 gram air matang
  • 50 gram margarin
  • 100 gram tepung terigu protein sedang
  • 125 gram telur ayam (± 2 butir telur ayam), dikocok

Bahan pembuatan rogut daging ayam (5 porsi):

  • 120 gram daging ayam fillet
  • 500 mL air matang
  • 1 butir telur kocok
  • 2 siung bawang putih cincang halus
  • 2 sdm gula pasir
  • 2 sdm garam
  • 125 mL susu full cream
  • 20 gram tepung terigu protein sedang
  • Minyak goreng

Bahan tambahan lain yang perlu disiapkan:

  • 3 butir telur ayam rebus, potong setengah
  • Mayones
  • Acar timun
  • 5 lembar daun selada

Proses pembuatan kue sus Sangga Buwana (5 porsi):

  1. Rebus air dan margarin dengan api kecil hingga margarin meleleh seluruhnya.
  2. Masukkan tepung terigu dan matikan api. Aduk sampai menjadi adonan.
  3. Tunggu adonan sampai dingin.
  4. Masukkan 2 butir telur ayam kocok ke dalam adonan secara perlahan sambil diaduk rata.
  5. Panaskan oven dengan suhu 180oC (sumber panas atas dan bawah).
  6. Oleskan margarin secukupnya pada loyang atau bisa juga dengan menggunakan kertas minyak/kertas roti.
  7. Bentuk adonan kue sus di atas loyang (5 porsi)
  8. Panggang selama 60 menit.

Proses pembuatan rogut daging ayam (5 porsi):

  1. Rebus daging ayam fillet dengan air matang.
  2. Tiriskan daging ayam fillet yang sudah direbus, kemudian suwir daging ayam tersebut dengan garpu dan pisau.
  3. Tumis bawang putih cincang dengan minyak goreng.
  4. Tambahkan daging ayam suwir.
  5. Tambahkan telur ayam yang sudah dikocok.
  6. Tambahkan susu dan tepung terigu.
  7. Tambahkan garam dan gula.
  8. Tunggu hingga bumbu meresap.

Yuk langsung aja dicoba buat di rumah!!! Semoga bermanfaat

Salam food explorer!

Food Culture

Gudeg, si Manis dari Jogja

Salam food explorer!

Hari ini kita bahas lagi makanan dari Yogyakarta yuk! Teman-teman pasti tidak asing mendengar istilah “Gudeg”. Gudeng merupakan makanan khas Yogyakarta. Itulah sebabnya kota Yogyakarta sering juga disebut sebagai Kota Gudeg. Jadi makanan ini berisi nangka muda yang sudah direbus beberapa jam, santan, dan gula kelapa yang membuat rasa dari gudeng manis dan gurih. Biasanya gudeg dilengkapi dengan komponen lainnya, seperti nasi putih, ayam goreng, telur rebus, tahu, tempe, dan rebusan kulit sapi segar atau sambal goreng krecek. Bentuk gudeg bisa teman-teman lihat pada gambar berikut:

url
Gudeg Jogja

Pada awalnya, gudeg dikenal sebagai gudeg basah. Namun seiring berjalannya waktu, ada pula yang disebut gudeg kering. Perbedaannya adalah gudeg basah mengandung banyak kandungan santan, sementara gudeg kering tidak. Mungkin beberapa dari Anda cukup bingung apabila ingin membawa oleh-oleh gudeg khas Jogja ini. Seiring berjalannya waktu, kini gudeg sudah disajikan dengan kemasan kaleng dan sifatnya gudeg kering. Gudeg macam ini lebih tahan lama dibandingkan gudeg basah yang hanya sekitar 1 hari sudah mulai basi. Berikut adalah contoh gudeg kaleng:

gudeg-ori-n
Gudeg Kaleng

Untuk sejarah gudeg sendiri masih perlu diteliti lebih lanjut. Namun dapat disimpulkan bahwa gudeg ini merupakan makanan masyarakat zaman dahulu dengan bahan baku nangka muda yang diambil dari pekarangan rumah warga. Nangka tersebut kemudian diolah menjadi gudeng yang sering kita dengar saat ini.

Jika Anda ke Jogja, gudeg yang cukup terkenal adalah Gudeg Yu Djum. Entah mengapa Gudeg Yu Djum ini banyak sekali saya temui di jalan-jalan selama saya berlibur ke Jogja. Bahkan di kereta pun saat saya kembali pulang ke Tangerang, banyak orang yang membawa gudeg yang satu ini. Sayangnya saya belum sempat membeli gudeg Yu Djum ini. Tentunya bila ada kesempatan ke sana lagi, saya berminat untuk mencobanya.

20151001143500-84392logo.jpg
Gudeg Yu Djum

Well, sekian dulu dari saya,

Salam!

 

Food Culture

Memperkenalkan Sangga Buwana melalui Perpustakaan Digital Budaya Indonesia dan Berjualan

Salam food explorer!

Hari ini saya mau share tentang pengalaman saya dalam memperkenalkan salah satu makanan tradisional dari Yogyakarta, Sangga Buwana. Bagi teman-teman yang belum tahu apa itu Sangga Buwana, bisa baca-baca lagi di sini. Sejauh ini ada dua cara yang saya dan rekan sekelompok saya lakukan dalam memperkenalkan Sangga Buwana ini. Pertama adalah dengan berjualan makanan Sangga Buwana. Kedua adalah dengan submit data di Perpustakaan Digital Budaya Indonesia.

1. Memperkenalkan Sangga Buwana dengan Berjualan

Senang rasanya bisa membuat makanan tradisional Sangga Buwana ini dengan tangan kami sendiri. Setelah berulang kali uji coba, akhirnya kami berhasil membuat kue sus yang mengembang, dan juga ragut daging ayam yang lezat. Karena kami sudah yakin dengan resep yang kami buat, maka kami pun siap untuk memperkenalkan makanan Sangga Buwana ini ke teman-teman semua.

Karena Sangga Buwana ini sifatnya tidak tahan lama, maka kami tawarkan sistem Pre-Order sehingga tidak ada makanan yang tidak laku nantinya. Kami membuat broadcast di media-media sosial seperti facebook, instagram, dan Line disertai dengan poster. Kami berusaha menjual cerita dibalik Sangga Buwana ini, bukan hanya sekadar berjualan kue sus Sangga Buwana. Dalam poster yang kami buat, kami cantumkan makna dari setiap bahan yang digunakan dalam membuat Sangga Buwana dan juga memperkenalkan bahwa Sangga Buwana ini adalah makanan kesukaan Sultan Hamengkubuwono. Selain itu juga di kemasan yang diberikan kepada pembeli juga kami berikan stiker mengenai makna Sangga Buwana ini.

Sangga Buwana ini kami jual dengan harga 15.000 Rupiah saja :). Senang rasanya bisa memperkenalkan makanan sultan yang satu ini. Puji Tuhan para pembeli pun senang dengan keunikan dari Sangga Buwana ini.

This slideshow requires JavaScript.

2. Submit Data di Perpustakaan Digital Budaya Indonesia

Kebetulan sekali, ternyata ada Lomba Resep Kuliner Tradisional yang merupakan pre-event dari Launching Peta Kuliner Nusantara (Lengkuas) yang dipersembahkan oleh Sobat Budaya pada tanggal 16-22 November 2016. Berikut adalah posternya.

poster_3583

Lomba ini terdiri atas 3 jenis lomba. Pertama adalah memasukkan foto makanan tradisional ke Instagram, kedua adalah membuat vlog berdurasi maks. 3 menit, dan ketiga adalah submit data budaya di Perpustakaan Digital Budaya Indonesia (budaya-indonesia.org). Peserta hanya boleh mengikuti salah satu dari 3 lomba yang disediakan. Sebenarnya kami cukup siap mengikuti 3 jenis lomba tersebut. Namun karena pertimbangan bahwa videonya belum jadi, dan foto instagram yang terlalu mainstream, akhirnya kami memilih submit data budaya di Perpustakaan Digital Budaya Indonesia (budaya-indonesia.org).

capture

Di Perpustakaan Digital Budaya Indonesia ini, berisi tentang berbagai macam data-data budaya Indonesia. Tidak hanya makanan, melainkan hampir semua hal yang berhubungan dengan budaya Indonesia. Ada tentang cerita rakyat, permainan tradisional, ritual, seni pertunjukan, tarian, senjata dan alat perang, dan masih banyak lagi. Pada lomba ini, Sobat Budaya mengajak anak-anak Indonesia untuk peduli terhadap budaya Indonesia yang belakangan ini kurang diperhatikan sehingga banyak diklaim oleh negara lain. Misalnya Reog Ponorogo dan Batik yang sudah sempat diklaim milik negara tetangga. Dengan menambah data di Perpustakaan Digital Budaya Indonesia, diharapkan hal-hal yang tidak diinginkan seperti yang saya sebutkan tadi tidak terjadi lagi. Di sini saya dan rekan sekelompok saya bisa sharing tentang makanan tradisional dari Yogyakarta, yaitu Sangga Buwana. Teman-teman boleh melihat tulisan kami di sini. Ya, doakan saja supaya kami juga syukur-syukur juga bisa menang lombanya hahahaha.

aaaaaaa
Sangga Buwana di Perpustakaan Digital Budaya Indonesia!!!

Link tulisan kami dapat dilihati di link ini:
Sangga Buwana – Makanan Priyayi dari Keraton Yogyakarta

Jadi teman-teman yang tertarik juga dengan submit data budaya di Perpustakaan Digital Budaya Indonesia ini, bisa langsung daftar di budaya-indonesia.org, dan silakan teman-teman masukkan naskah yang teman-teman miliki. Yuk kita perkaya dan pertahankan budaya Indonesia agar tidak direbut negara lain :).

Sekian cerita dari saya, ditunggu ya post selanjutnya!

Salam food explorer!

Food Culture

Ayam Ingkung yang Penuh Makna

Halo food explorer!

Beberapa minggu lalu, saya mengikuti UTS di mata kuliah Budaya Makanan. Ada 1 jenis makanan dari Jawa (Yogyakarta) yang cukup menarik perhatian saya. Makanan ini berupa ayam kampung utuh yang dibumbui dengan berbagai rempah-rempah, kemudian diikat, dan digoreng. Penyajiannya dilakukan biasanya di acara syukuran (memanjatkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa). Ya, inilah Ayam Ingkung!

sam_2436
Ayam Ingkung

Seiring berjalannya waktu, ayam ingkung sudah dapat ditemui di restoran-restoran dengan harga kurang lebih 130 ribu rupiah. Kalau kalian ke Yogyakarta, pasti akan menemukan banyak restoran yang menjual makanan ini. Penasaran bagaimana cara membuatnya?

Bahan utama yang digunakan tidak lain dan tidak bukan adalah ayam kampung utuh yang sudah dibersihkan isi perutnya dan juga bulu-bulu serta kukunya. Setelah dibersihkan, ayam kemudian diikat dengan bambu atau “ingkung”, mulai dari kaki sampai ke kepalanya. Setiap ikatan ada maknanya tersendiri. Ikatannya harus rapi yang mengartikan bahwa manusia harus mampu mengendalikan hawa nafsunya. Kaki yang diikat menandakan bahwa kita harus berhati-hati dalam menentukan langkah hidup. Sementara pengikatan kepala ayam menandakan bahwa manusia harus menjaga hati dari godaan-godaan duniawi.

Sementara untuk bumbu rempahnya, yang harus disiapkan adalah serai, ketumbar, kemiri, laos, bawang merah, bawang putih, air perasan kelapa, daun salam, daun jeruk, garam, serta gula jawa. Semua bumbu dihaluskan dengan cara ditumbuk.

Tiba saatnya untuk memulai memasak ayam ingkung. Konon katanya, orang yang masak pun harus dalam keadaan senang. Kalau dalam keadaan sedih/terbebani, ayam ingkungnya bisa jadi kurang sedap katanya hahahaha. Saat memasak, rebus air dan masukkan bumbu-bumbu yang dihaluskan sebelumnya, setelah bumbu dan daun-daun masuk, giliran ayam kampung yang sudah diikat direbus ke dalam. Perebusan dilakukan selama kurang lebih 30 menit sampai 3 jam. Setelah direbus, ayam ditiriskan. Setelah itu bisa disajikan dengan kuah santan dan sego gurih atau nasi gurih.

Untuk selengkapnya mengenai cara masak ayam ingkung, dapat dilihat di video ini

Waaah, jadi penasaran bukan? So, buat teman-teman yang lagi berbahagia, mau syukuran, dan kebetulan lagi di Yogyakarta, jangan lupa ajak keluarga atau teman-teman kalian untuk makan Ayam Ingkung ini ya! Hahaha, dijamin ketagihan!

Sekian dari saya, ditunggu ya postingan selanjutnya 🙂

Food Culture

Be Elegant with Table Manner Class!

Salam Food Explorer!

Semester ini adalah semester yang cukup unik bagi saya, karena ada mata kuliah Budaya Makanan. Salah satu hal yang saya tunggu adalah kelas Table Manner yang diadakan di Hotel Santika BSD, pada hari Sabtu, 5 November 2016 lalu. Yes! Saya cukup membayar 150 ribu rupiah ditambah deposito 25 ribu rupiah (kalau ada barang pecah) untuk bisa mengikuti kelas table manner ini. Ini adalah kelas table manner pertama saya selama saya hidup haha. Kesan pertama saya mengikuti kelas table manner ini sungguh baik dan cukup mengesankan. Saya akan bercerita sedikit tentang table manner yang saya pelajari saat itu.

img_20161105_092715
Suasana Table Manner di Hotel Santika BSD

Well, kita mulai tata krama saat menghadiri jamuan makan ya. Hal penting yang saya pelajari ada banyak. Kita harus berpakaian rapi dan pantas. Ketika makan, duduknya harus tegak, jangan terlalu bersandar, ataupun terlalu membungkuk. Ketika makan, sendok atau garpu lah yang mendatangi mulut, bukan sebaliknya. Dalam satu meja, apabila ada 1 orang yang masih belum selesai makan, maka hidangan selanjutnya masih belum akan disajikan oleh pelayan. Hal inilah yang menyebabkan wanita disuguhkan makanan terlebih dahulu dibandingkan pria, karena wanita makannya lebih lama (lebih elegan mungkin ya? haha) daripada pria. Jadi sabar-sabar aja deh kalau ternyata dalam 1 meja ada yang makannya lama sekali haha. Oh ya, jika kalian ingin telepon atau ke toilet, kalian harus meminta izin dulu pada tamu-tamu lainnya. Selain itu, jangan lupa untuk mengatakan “Tolong” dan “Terima kasih” kepada pelayan.

Kita lanjutkan dengan penempatan alat-alat makan yuk! Selengkapnya dapat dilihat pada gambar berikut:

1
Penataan alat makan

Kalau aslinya, jadi seperti ini teman-teman:

img_20161105_094336
Tata letak alat makan di meja makan

Hal penting di sini adalah posisi duduk kita seharusnya ada di depan serbet (napkin) yang disediakan, bukan di depan side plate. Kemudian buka serbetnya dan letakkan di paha kita. Tujuan dari serbet ini adalah untuk melindungi pakaian kita dari jatuhnya makanan, selain itu juga bisa untuk membersihkan atau mengelap mulut sedikit dan tentunya secara elegan. Dalam penggunaannya, alat-alat makan tersebut mulai digunakan dari luar kemudian ke dalam. Misalnya Salad Fork dan Salad Knife (bagian terluar) digunakan untuk appetizer, Soup Spoon yang digunakan untuk makan soup, Dinner Fork dan Dinner Knife (bagian terdalam) digunakan untuk makan main course khususnya steak, dan terakhir adalah Dessert Spoon and Fork yang digunakan untuk makan dessert.

Secara umum, ada 5 macam hidangan: Appetizer, salad, soup, main course, dan dessert. Untuk salad dan soup bisa juga dimasukkan sebagai appetizer. Ciri utama appetizer adalah mampu meningkatkan nafsu makan dari konsumen. Diharapkan dengan adanya appetizer, nafsu makan akan bertambah dan siap untuk mengonsumsi main course. Main course sendiri adalah hidangan utama, yang ciri utamanya adalah kaya akan karbohidrat (kentang, nasi, dll.). Dan terakhir adalah dessert, yang dihidangkan sebagai pencuci mulut. Contoh-contoh makanannya (set menu) dapat dilihat pada gambar berikut:

2
Set Menu dalam Table Manner

Pada Table Manner kali ini, ada 5 makanan yang disajikan:

Bread: Soft Roll with Butter
Appetizer: Bruschetta Romana
Soup: Tomato Cream Soup
Main Course: Chicken Cordon Bleu
Dessert: Tiramisu Cake

img_20161105_093751
Menu Table Manner di Hotel Santika BSD

It’s eating time!! Setelah mendengarkan teori dari pemberi seminar, saatnya mempraktikkan makan secara elegan! Oh ya, satu hal lagi yang penting saat table manner ini. Ketika kita sudah selesai makan, sendok garpu atau pisau harus diletakkan ke arah jam 5. Tujuannya agar mudah diambil oleh pelayan. Kalau belum diletakkan ke arah jam 5, maka pelayan tidak akan mengambil piring Anda haha.

BREAD – SOFT ROLL WITH BUTTER

img_20161105_101652
Soft Roll with Butter

Etika saat memakan roti adalah rotinya diambil sedikit dengan jari, dan kemudian dioleskan dengan mentega dengan menggunakan Butter Knife. Perlu diperhatikan bahwa butter knife tidak digunakan untuk memotong roti, melainkan hanya untuk mengoleskan mentega ke roti. Selain itu, jangan mengangkat roti dari piring, kita harus mengambilnya sedikit-sedikit dengan cara merobeknya dengan cubitan jari (makan sedikit-sedikit ala-ala princess haha). Kalau habis, biasanya di negara barat akan diberikan lagi karena orang barat suka atau terbiasa makan dengan roti. Oh ya, kalian boleh memindahkan side plate ini ke bagian tengah, atau dibiarkan saja di samping tidak masalah.

APPETIZER – BRUSCHETTA ROMANA

img_20161105_102808
Bruschetta Romana – Appetizer

Hmmm.. Saya baru pertama kali mencoba Bruschetta Romana ini. Kurang lebih terbuat dari Garlic Bread, dengan irisan tomat dan sayuran lainnya yang rasanya cukup asam. Well, ada yang bilang kalau asam itu mampu meningkatkan selera makan kita, jadi cocok lah Bruschetta Romana ini dijadikan sebagai Appetizer. Jangan lupa selesai makan, tunjukkan dengan cara meletakkan garpu dan pisau ke arah jam 5.

SOUP – TOMATO CREAM SOUP

img_20161105_104455
Tomato Cream Soup

Rasa dari tomato cream soup ini asam-asam kurang lebih mirip seperti makan bumbu spaghetti kasarannya. Teksturnya creamy seperti namanya, cukup baik sebagai penambah nafsu makan. Garlic bread juga disajikan untuk dicelupkan ke dalam tomato cream soup ini. Cara makan soupnya adalah dengan cara memasukkan sendok soup ke dalam soup, dan mengangkatnya dari arah dalam ke arah luar dari tubuh kita (arah jam 12), tujuannya agar soup tidak mudah menetes. Actually, it is really hard to apply this manner haha. Bolak-balik saya gagal karena banyak yang menetes, however namanya juga belajar. Kalau sudah selesai, kalian bisa meletakkan sendok di luar mangkuk, sementara kalau belum selesai, cukup meletakkan sendok di dalam soup.

MAIN COURSE – CHICKEN CORDON BLEU

img_20161105_110810
Chicken Cordon Bleu – Main Course

Chicken cordon bleu merupakan daging ayam yang berisi smoked beef dan keju yang melted. Karbohidrat di hidangan ini adalah kentang (French Fries), dengan sayuran buncis dan wortel, dan disiram dengan mushroom sauce. Rasanya, tidak perlu ditanya, enak banget! Dalam waktu sekejap, makanan ini saya habiskan dengan manner yang baik haha. Tak lupa untuk meletakkan dinner fork and knife ke arah jam 5 setelah selesai makan.

img_20161105_112231
Main course sudah habis, letakkan garpu dan pisau ke arah jam 5

DESSERT – TIRAMISU CAKE

img_20161105_113652
Tiramisu Cake – Dessert

Sebagai penutup, ada hidangan tiramisu cake. Kue ini sangat lembut, manis dan dilengkapi dengan pahitnya bubuk kokoa yang dihias cantik di piring membentuk huruf HS (means Hotel Santika). Well, katanya ini merupakan hidangan andalan di Hotel Santika BSD haha.

Yap! Akhirnya saya berhasil menyelesaikan kelas table manner ini dengan baik. Senang rasanya bisa menjadi seseorang yang elegan saat jamuan makan bersama (yang biasanya makan tidak pakai aturan haha). Sertifikat pun saya dapatkan!!! Terima kasih Hotel Santika BSD atas kelas Table Manner-nya. Senang bisa datang ke sana hahaha.

1478164540436
Sertifikat Table Manner!

Terima kasih buat teman-teman yang sudah membaca postingan blog yang cukup panjang ini, saya harap ini dapat berguna buat teman-teman yang penasaran tentang bagaimana tata cara makan yang baik dan benar ala-ala kerajaan hahaha. Ditunggu ya postingan saya selanjutnya!

Salam Food Explorer!

Food Culture

Berkunjung ke FIB, Universitas Indonesia demi Sangga Buwana

Salam Food Explorer!

Setelah melewati UTS yang melelahkan seperti biasanya, tugas masih belum selesai. Beberapa hari lalu, tepatnya 25 Oktober 2016, saya bersama dengan rekan-rekan saya satu kelompok, ada Yolanda, Rio, Vivi, dan Emely, akan berkunjung ke Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok (FIB-UI) untuk bertemu dengan salah satu narasumber, yaitu bapak Prapto Yuwono (dosen di Prodi Jawa, FIB-UI). Kami akan bertanya-tanya tentang kehidupan zaman Sultan Hamengkubuwana VII, di mana makanan sangga buwana mulai ada. By the way, kalian sudah baca postingan saya tentang Sangga Buwana atau Songgo Buwono bukan? Kalau belum, klik di sini ya.

Well, saat ini saya mau cerita dulu bagaimana saya bisa mendapatkan narasumber. Mungkin dapat berguna buat teman-teman yang mendapatkan tugas untuk wawancara tentang kebudayaan.

Saya sudah mulai menghubungi FIB-UI sejak bulan September 2016 lalu melalui nomor telepon yang tertera di website fib.ui.ac.id dengan tujuan untuk mencari narasumber yang mengerti tentang kebudayaan Jawa, khususnya Yogyakarta. Saya pun dihubungkan dengan Program Studi Jawa. Surat dari Universitas Surya diperlukan untuk mengajukan permohonan pencarian narasumber tersebut. Setelah beberapa minggu, surat pun jadi dan sudah di tanda tangan dekan saya. Langsung saja saya kirim ke Kampus UI Depok dengan menggunakan JNE (1 hari sampai, harga 18rb dari Tangerang).

capture
Surat Pengantar

Dua hari kemudian, saya dihubungi oleh Kaprodi Jawa, FIB-UI, yaitu Ibu Dwi Puspitorini. Beliau memberikan saya nomor Pak Prapto Yuwono, yang merupakan dosen Kebudayaan Jawa, Kebudayaan Indonesia,  di Program Studi Jawa FIB UI yang memahami kebudayaan Yogyakarta. Saya pun menghubungi beliau dan kami bisa datang ke Gedung 2 FIB-UI pada tanggal 25 Oktober 2016.

Ya! Tanggal 25 Oktober 2016 pun datang. Terpaksa hari itu saya dan teman-teman 1 kelompok harus bolos kelas karena harus siap-siap dari pagi untuk berangkat ke FIB-UI. Kami berangkat naik kereta, dari stasiun Rawa Buntu menuju stasiun Universitas Indonesia. Ya, kereta merupakan transportasi yang cukup murah, maklum mahasiswa perlu cari yang murah-murah apalagi tanggal tua haha. Ditambah lagi, ketika sampai di stasiun Universitas Indonesia, ada bus kuning yang siap membawa mahasiswa keliling UI, dari satu fakultas ke fakultas naik. The most important is it is free! yeay! Tak perlu keluar uang lagi untuk pergi ke FIB-UI.

Kampus UI luas sekali, kami salah naik bus kuning, jadi mutarnya agak jauh dan lama. However, yang penting sampai ke FIB UI juga akhirnya. Kami langsung makan siang di kantin sana, dan setelah itu baru bertemu dengan Pak Prapto Yuwono.

Senangnya bisa bertemu dengan beliau, beliau sangat welcome dan terbuka. Beliau bercerita banyak hal mengenai kehidupan zaman Sultan Hamengkubuwana VII, dan sekilas mengenai panggung sangga buwana dan hubungannya dengan makanan sangga buwana. Penasaran seperti apa hasil wawancaranya? tunggu ya, kami akan buat video mengenai sangga buwana nantinya haha.

Setelah wawancara berakhir, kami akhiri dengan pemberian kenang-kenangan dan juga foto bersama. Yap, kami kembali ke stasiun rawa buntu dengan naik kereta lagi, hanya saja kali ini sempit-sempitan karena pulang kerja. Well, demi cost yang murah, kami rela sempit-sempitan hahaha.

This slideshow requires JavaScript.

Sekian cerita dari saya, semoga cerita ini bermanfaat buat teman-teman yang ingin mencari narasumber di FIB UI.

Salam food explorer!

Food Culture

Kerak Telor, Omelet dari Ibu Kota

Halo food explorer!

Hari ini saya akan bercerita sedikit tentang salah satu makanan favorit saya yang berasal dari Jakarta, ibu kota kita tercinta, yaitu Kerak Telor. Belum ke Jakarta namanya kalo kalian belum mencoba makanan sejenis omelet yang satu ini.

kerak-telor-maksindo
Kerak Telor, Omelet khas Jakarta

Kerak telor ini terbuat dari beberapa bahan, seperti telur ayam/bebek, beras ketan putih, ebi kering, bawang goreng, kelapa sangrai, cabe merah, kencur, jahe, merica, garam dan gula pasir. Keunikannya juga ada di cara masaknya teman-teman. Ketika sudah telur sudah setengah matang, wajannya langsung dibalik sehingga langsung kena arangnya dan hasilnya agak-agak gosong dan terbentuk kerak. Itulah sebabnya mengapa disebut Kerak Telor.

396916_2778190767082_1027527330_32452695_304384600_n
Pedagang Kerak Telor

Lalu, kira-kira bagaimana sih asal-usul dari kerak telor ini??

Menurut sejarah, kerak telor ini sudah ada sejak masa penjajahan kolonial Belanda pada zaman dahulu di Batavia (Jakarta). Saat itu Batavia masih banyak ditumbuhi banyak pohon kelapa, itulah mengapa Jakarta juga disebut sunda kelapa. Warga Batavia banyak memanfaatkan kelapa di masakannya, seperti contohnya soto betawi, nasi uduk, dll. Iseng-iseng mencoba untuk mencampurkan beras ketan, telor, kelapa parut dan bumbu dapur lainnya, jadilah masakan yang enak pula yaitu kerak telor. Kerak telor sempat menjadi makanan yang dihidangkan di acara-acara besar seperti hajatan pada zaman tersebut.

Kalau teman-teman penasaran dengan rasanya, kerak telor ini banyak ditemui di Pekan Raya Jakarta setiap tahunnya. Datanglah ke Pekan Raya Jakarta, anda akan melihat puluhan bahkan ratusan penjual kerak telor yang tentunya selalu ramai pembeli. Jadi, yuk segera cobain makanan khas Jakarta yang satu ini. Awas ketagihan ya hahaha!

Salam,

Food explorer

Food Culture

Songgo Buwono, si Kue Sus Kesukaan Sultan Hamengkubuwono!

Salam food explorer!

Kali ini kita berkelana ke Yogyakarta yuk! Kota ini sungguh indah, penuh dengan budaya. Tentunya akan sangat menarik untuk teman-teman yang suka jalan-jalan dan mencintai budaya Indonesia. Ngomong-ngomong tentang Jogja, kota pendidikan yang satu ini mempunyai banyak sekali makanan unik dan murah yang saya dan pacar saya temui ketika berjalan-jalan ke sana bulan Juli-Agustus 2016 lalu. Seperti yang telah saya bahas di post sebelumnya, salah satu tempat yang kami kunjungi adalah Pasar Kangen. Yap, sesuai namanya, pasar ini cocok untuk kita-kita yang kangen dengan makanan jadul “jaman dulu”. Di sana ada 1 kios/tenant yang sangat menarik perhatian kami, yaitu kios yang menjual makanan kesukaan Sultan Hamengkubuwono!

This slideshow requires JavaScript.

Ada banyak sekali makanan kesukaan sultan yang dijual di sana, dan yang paling menarik dan cukup besar adalah Songgo Buwono. Hmmm, dari namanya saja masih belum kebayang apa sih Songgo Buwono itu. Untungnya. di kios ini ternyata ada poster yang menjelaskan secara singkat apa itu Songgo Buwono.

037640200_1435984610-20150704-songgo_buwono-yogya1
Ini dia penampakan dari Songgo Buwono

Jadi, songgo buwono  berbentuk seperti kue sus, yang berisi ragout ayam, ditambah dengan telur rebus, acar. dan selada, serta ditambah dengan mayones yang lezat sekali. Konon katanya, songgo buwono ini merupakan ide dari Sultan Hamengkubuwono VII yang prihatin akan kebiasaan makan rakyatnya yang kurang sehat. Saat itu ada makanan sejenis burger yang tahan lama namun gizinya tidak ada. Muncullah ide untuk membuat songgo buwono ini yang bergizi (segar/fresh) karena apabila dibuat hari ini, besoknya bisa jadi sudah rusak. Arti songgo buwono sendiri adalah “menyangga bumi”, di mana songgo artinya “menyangga”, dan buwono adalah “bumi”. Makanan ini juga sering dijumpai di hajatan pernikahan dengan harapan dapat menyangga kehidupan baru secara mandiri.

Lalu kira-kira apa sih filosofi setiap bahan/komposisinya?

Songgo buwono menggambarkan langit, bumi dan seisinya. Selada yang diletakkan pada bagian dasar songgo buwono ini melambangkan tumbuhan yang menyangga bumi. Tumbuhan-tumbuhan ini harus dijaga agar tetap lestari di bumi. Kue sus itu sendiri merupakan lambang dari bumi kita tercinta. Selain itu isi dari kue sus adalah ragout ayam (atau kadang sapi), yang melambangkan penduduk di bumi ini. Langit dan bintang dilambangkan secara berturut-turut dengan mayones dan acar timun. Sementara gunung, dilambangkan dengan telur rebus yang dipotong setengah.

Deskripsi rasa? Wah ini sulit dideskripsikan saking enaknya teman-teman. Bagi teman-teman yang ke Jogja, sangat disarankan untuk memburu makanan ini. Ada manis, asin, dan gurihnya dari ragout ayam, mayones yang asam-asam manis, acar yang kecut-kecut segar, kue sus yang empuk, selada yang masih fresh. Pokok’e komplit deh di sini. Rasanya ingin beli lagi kalau ada di Tangerang haha.

Well, mungkin bagi kalian yang penasaran sekali dengan makanan ini, tapi belum bisa menemukannya di daerah kalian masing-masing karena belum sempat ke Jogja, boleh banget dicoba untuk masak sendiri. Saya rekomendasikan cara buatnya di video ini:
Cara membuat songgo buwono

Sekian dulu dari saya tentang makanan kesukaan sultan Hamengkubuwono yaitu Songgo Buwono. Semoga bermanfaat!

Salam~

Food Culture

Tumpeng di Indonesia

Salam food explorer!

Hari ini saya ingin membahas tentang sejarah atau cerita dibalik tumpeng, setelah beberapa post saya sebelumnya membahas mengenai makanan khas Tionghoa seperti Bacang dan Kue Bulan. Apa sih tumpeng itu? Mungkin beberapa dari kita sudah sering melihat tumpeng, terutama di acara-acara penting. Tumpeng ini berupa nasi (biasanya nasi kuning) yang disusun atau dicetak menyerupai gunung dan dilengkapi dengan lauk pauknya seperti tempe orek, telur dan kentang balado, ayam goreng, dll. Biasanya tumpeng ini dialasi dengan tampah (wadah bambu berbentuk lingkaran lebar) dan juga daun pisang.

Masyarakat Jawa, Bali, dan Madura memiliki kebiasaan untuk menyajikan tumpeng pada acara-acara penting atau syukuran. Namun sampai saat ini, sudah hampir di seluruh nusantara sudah mengenal namanya tumpeng. Tumpeng yang berbentuk menyerupai gunung ini berhubungan dengan kondisi geografis Indonesia yang kaya akan gunung berapi. Selain itu gunung juga diartikan sebagai tempat untuk memuliakan para arwah nenek moyang atau leluhur. Dan ketika Jawa sudah mulai mengenal Hindu, tumpeng ini bentuknya kerucut menyerupai gunung Mahameru, tempat bersemayamnya dewa-dewi.

model-nasi-tumpeng-untuk-acara-agustusan-2015-20169
Tumpeng

Tradisi tumpeng, pada perkembangannya, dihubungkan pula dengan filosofi Islam Jawa, tumpeng dianggap sebagai pesan leluhur mengenai permohonan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Menurut tradisi Islam Jawa, Tumpeng merupakan akronim dari bahasa Jawa, yakni yen metu kudu sing mempeng (bila keluar harus dengan sungguh-sungguh). Kemudian ada satu makanan lagi namanya “Buceng”, yang terbuat dari ketan, Buceng merupakan akronim dari yen mlebu kudu sing kenceng (bila masuk harus dengan sungguh-sungguh). Selain itu, lauknya ada 7 macam, dimana 7 dalam bahasa Jawa adalah Pitu yang maksudnya adalah Pitulungan (pertolongan). Tiga kalimat akronim itu berasal dari sebuah doa dalam surah al Isra’ ayat 80 yang menyatakan: “Ya Tuhan, masukanlah aku dengan sebenar-benarnya masuk dan keluarkanlah aku dengan sebenar-benarnya keluar serta jadikanlah dari-Mu kekuasaan bagiku yang memberikan pertolongan”. Apabila orang sedang berhajatan dan menyajikan tumpeng, maka dimaksudkan untuk memohon pertolongan kepada Tuhan agar dapat memperoleh kebaikan dan juga dihindarkan dari keburukan, serta memperoleh kemuliaan dengan memberikan pertolongan. Semua itu akan didapatkan apabila ada usaha yang sungguh-sungguh dari diri kita.

Tumpeng bentuknya saat ini sudah bervariasi. Saya berikan contoh tumpeng yang cukup unik pada acara Dies Natalis Surya University (kampus saya) yang ke-2. Berikut adalah tumpeng yang disajikan saat acara syukuran tersebut:

capture

Pada tumpeng ini, ada 8 tumpeng kecil yang mengibaratkan 8 pilar utama Indonesia Jaya yang merupakan visi dari Surya University. Dan juga ditengahnya ada tumpeng dengan logo Surya University. Menarik bukan??

Demikian informasi dari saya mengenai Tumpeng. Semoga bermanfaat!

Salam food explorer!

Food Culture

Cerita Dibalik Moon Cake

Halo food explorer!

Berhubungan dengan adanya festival kue bulan (moon cake festival) yang akan diadakan dalam waktu dekat ini, saya akan menceritakan tentang apa cerita dibalik kue bulan.

Kue bulan (moon cake / tiong ciu pia) merupakan makanan tradisional masyarakat Tonghoa yang biasanya disajikan pada festival moon cake (tanggal 15 bulan 8 dalam kalender Cina). Kue ini berbentuk  bulat, seperti namanya yang berbentuk seperti bulan purnama. Pada hari Tiong Ciu, biasanya orang-orang Tionghoa berkumpul bersama keluarga, melakukan sembayang di halaman terbuka. Setelah sembayang, mereka berkumpul di meja makan dan berkumpul bersama menikmati kue bulan tersebut.

kuebulan
Kue Bulan (Moon Cake)

Kue bulan ini erat kaitannya dengan cerita atau dongeng yang terkenal di Tongkok, yaitutentang “Chang’e terbang ke bulan”. Konon ceritanya, pada zaman dahulu, terdapat 10 matahari di langit yang menyebabkan hasil pertanian dari para petani gagal panen, dan bumi pun, banyak sekali binatang buas yang merajalela seperti ular yang berbisa. Muncullah seorang pahlawan bernama Hou Yi. Hou Yi ini merupakan pemanah yang handal. Pada suatu hari, Hou Yi menaiki gunung Kunlun dan dengan berani memanah 9 dari 10 marahari di langit, dan memerintahkan satu matahari yang tersisa untuk naik dan turun sesuai dengan jadwalnya.

download
Hou Yi Memanah Matahari

Hou Yi menjadi pahlawan yang sangat dihormati dan dihargai oleh rakyat-rakyatnya. Dia pun juga akhirnya menikahi wanita yang cantik dan sangat baik, yaitu Chang’e. Mereka pun hidup sangat bahagia pada saat itu.

Suatu hari, Hou Yi sempat bertemu dengan Ibusuri Raya Langit, dan diberikan obat yang dapat membuat orang yang meminumnya menjadi dewa, terbang ke langit dan juga menjadi awet muda seumur hidup. Akan tetapi, karena dia sangat mencintai istrinya, dan tidak ingin meningkalkan Chang’e, Hou Yi pun tidak jadi meminumnya. Obat tersebut kemudian disimpan oleh Chang’e.

Salah satu anak buah dari Hou Yi, yaitu Peng Meng, memiliki niat buruk. Dia berencana untuk mencuri obat tersebut. Suatu hari ketika Hou Yi sedang berburu di luar, peng Meng masuk ke kamar Chang’e untuk merebut dan mencuri obat tersebut. Chang’e pun dengan terpaksa meminum obat tersebut agar tidak dicuri oleh Peng Meng. Alhasil, badan Chang’e pun menjadi ringan, dan terbang ke langit. Karena Chang’e sangat kangen dengan suaminya, ia pun terbang kebulan yang merupakan bintang yang paling dekat dengan bumi.

9f731159fbeb49a795efa5c96d22771d
Chang’e terbang ke bulan

Hou Yi sangat sedih dan tertekan akan kepergian istrinya ke langit, akan tetapi Peng Meng pun sudah melarikan diri. Hou Yi melihat ke bulan dan meneriakkan nama istrinya, dan dia melihat ada bayangan yang menyerupai istrinya di bulan yang terang tersebut. Ia mencoba mengejar bulan tersebut tapi gagal.

Hou Yi pun menyerah, namun karena ia sangat rindu dengan Chang’e, dia menaruh meja di halaman belakang rumahnya dan menaruh sesajen untuk istrinya yang tinggal di bulan sambil bersembayang ke bulan. Rakyat sekitar yang mengetahui insiden tersebut pun ikut memberikan sesajen.

Demikian cerita dari asal usul kue bulan. Akan tetapi, ada cerita versi lain mengenai sejarah kue bulan ini, yaitu tentang Zhu Yuan Zhang. Teman-teman bisa melihat lengkapnya di link ini: Cerita Zhu Yuan Zhang dan Kue Bulan

Sekian dari saya, semoga bermanfaat!