Beasiswa, Beasiswa S2, Ignacy Lukasiewicz, Polandia

Mengejar Mimpi dari Korea, Jepang, sampai Polandia Bersama-sama (Ignacy Lukasiewicz Scholarship Program)

Kalau ngomongin cita-cita, banyak banget yang ingin kita capai sejak kecil. Entah jadi astronot, dokter, pengusaha kaya, atau yang lainnya. Gw sendiri punya cita-cita yang berubah-ubah sejak gw kecil. Pas SD gw bercita-cita jadi pilot karena keren aja bisa terbang, tapi sayangnya gw harus berkacamata ketika gw menginjak bangku kelas 7. SMA pun gw ambil IPA, karena gw merasa lebih nyaman di sains dibandingkan ilmu sosial. In the end, gw pun memilih jurusan Teknologi Pangan sebagai jurusan gw kuliah di Surya University, dimana saat gw masuk tahun 2013, gw adalah angkatan pertama Surya University.

Saat gw kuliah, merasa nyaman belajar di bidang Teknologi Pangan ini. Gw suka kerja di laboratorium, jadi gw selalu apply lowongan asisten laboratorium saat gw kuliah, mulai dari semester 4 sampai semester 7. Mulai dari situ, gw merasa cita-cita gw adalah ingin menjadi scientist di bidang teknologi pangan. Kalau berbicara untuk menjadi scientist yang tokcer, sepertinya ga akan cukup dengan S1 saja. In my opinion, gw masih perlu mengasah ilmu gw lagi di bidang ini melalui master program di luar negeri tentunya dengan beasiswa karena ga mungkin gw minta uang orang tua lagi.

Itulah mengapa, melalui blog ini, gw mau cerita tentang bagaimana akhirnya gw bisa dapat beasiswa S2 di Polandia melalui beasiswa Ignacy Lukasiewicz 2018/2019. Gw ga menjalani dan mengejar mimpi ini sendirian. Gw punya partner atau bisa dibilang pacar haha, yang punya mimpi yang sama dengan gw, sama-sama mau jadi scientist. Initialnya YV (ya mungkin beberapa dari kalian sudah tau siapa YV itu). Sejak 2016 lalu kami bersama, banyak sekali hal positif yang bisa kami petik bareng-bareng.

monday_quote

Ada salah satu African Proverb yang menyebutkan: “If you want to go fast, go alone. If you want to go far, go together”. So, I choose to go far, rather than go fast.

Perjalanan mendapatkan beasiswa ini tentu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Gw sangat percaya, banyak sekali anak muda yang memutuskan untuk mengambil S2 (apalagi di luar negeri) mengingat sudah banyak sekali lulusan S1 saat ini, which means, kita sebagai manusia mau punya hal yang lebih dari pesaing kita, salah satunya mengejar S2. Pernah gw lihat blog orang yang baru mendapat beasiswanya di percobaan pertama, ada juga yang percobaan ke-7, bahkan sampai percobaan ke-13 baru bisa dapat beasiswa S2. Gw dan YV baru dapat beasiswa di percobaan ke-5 dan membutuhkan waktu kurang lebih 1 tahun setelah lulus S1. Mungkin bukan apa-apa dibanding yang sudah gagal berpuluh-puluh kali. Tapi mungkin kalian mau baca cerita gw yang panjang ini, tapi mudah-mudahan menarik.

A. Sebelum mencoba apply beasiswa S2, cicip pengalaman riset di Thailand dulu (2016-2017)

Sejak gw dan YV bersama awal 2016 lalu (tahun ketiga kami di Surya University), kami memutuskan untuk coba ambil skripsi di luar negeri. Kami harus mendapat kepastian dimana penelitian skripsi akan dilaksanakan di awal Desember 2016, dan periode skripsinya Januari-Mei 2017. Paspor saat itu belum ada, tapi kami akhirnya memutuskan untuk membuat per Agustus 2016 meski belum ada kejelasan ke mana dan kapan kita bisa berangkat. Mantan kaprodi kami, Pak Agung, pernah menyebutkan bahwa kalau kita mau ke luar negeri, buat paspor aja dulu. Masalah berangkatnya kapan belakangan.

Sembari proses pembuatan paspor, kami memikirkan dimana tujuan kami mengambil skripsi, yang realistis. Surya University saat itu masih tergolong universitas baru, dan mungkin hubungan eksternal dengan institusi penelitian/pendidikan eksternal masih kalah jauh dibandingkan UI, ITB, atau IPB. Cuma kami sebagai mahasiswa yang optimis (eaaaa), kami tidak mau hal itu jadi batasan. So, kami memutuskan untuk memilih Thailand sebagai negara tujuan. Mengapa? Karena tentunya teknologi pangan di Thailand cukup menonjol khususnya di Asia Tenggara. Ditambah lagi biaya hidupnya yang kurang lebih atau bahkan lebih rendah dari Jakarta atau Tangerang tempat kami tinggal di Indonesia. Jadi kami ga muluk-muluk dapat full scholarship yang mau cover biaya riset dan akomodasi selama tinggal di Thailand. Kami pikir cukup scholarship yang mengcover biaya risetnya aja (riset mahal bro), biarlah biaya hidup kami sendiri yang tanggung. Dipikir-pikir mendingan kayak gitu daripada magang di Indonesia, uda bayar sendiri juga tapi peralatan laboratorium kurang memadai.

Mulailah kami mengontak beberapa profesor dari Kasetsart University, Prince of Songkla University, Chulalongkorn University, dan beberapa universitas lainnya. Kami bertanya apakah ada peluang magang riset untuk periode Januari-Mei 2017? Yang jawab, alias yang minat sama CV kami, hanya ada 1 profesor, beliau dari Kasetsart University. Apalah daya kami ini… Meski berminat, ternyata Kasetsart University perlu MOU (Memorandum of Understanding, semacam agreement antara kedua institusi), dan tentunya Surya University belum pernah membuat MOU dengan Kasetsart. Dengan waktu yang singkat, kami mencoba mendorong dekan dan pihak rektorat untuk membuat MOU. Namun ternyata tidak semudah itu, banyak sekali halangannya yang menyebabkan kesepakatan MOU tidak berjalan semestinya dan hilang tanpa ada kabar lebih lanjut.

Dikala stress belum dapat tempat magang skripsi, keajaiban Tuhan datang 2 bulan sebelum Desember 2016, yaitu Oktober. Ternyata, dosen Manajemen Industri Pangan kami, Pak Dion, sedang ada di Thailand saat itu, tepatnya di Prince of Songkla University (PSU). Beliau bersedia membantu kami untuk rapat dengan pihak PSU agar mahasiswa dari Surya University bisa mengadakan magang riset di sana selama 5 bulan. Yap, akhirnya sekitar November kami mendapat kepastian bahwa 10 orang mahasiswa Teknologi Pangan Surya University diperbolehkan magang riset di Faculty of Food Science and Technology, PSU, Hatyai, Thailand. Sesuai ekspektasi gw dan YV, biaya riset ditanggung 100%, hanya biaya hidup saja yang tidak ditanggung pihak PSU. Gw dan YV bekerja di bawah Prof. Soottawat Benjakul, yang pernah meraih penghargaan The Outstanding Scientist in Thailand 2011.  Kami meneliti tentang biodegradable packaging di sana. FYI, kami sebelumnya sudah pernah kontak beliau by email, cuma waktu itu ga dibalas hahaha.

This slideshow requires JavaScript.

Selain mendapat banyak teman dan keluarga baru di sana, pengalaman riset di Thailand ini menjadi batu loncatan buat gw dan YV mengejar mimpi kami menjadi scientist. Selama magang di Thailand, kami mulai mencari peluang beasiswa S2 di Korea Selatan. Namun kali ini harus full scholarship (mengcover tuition fee dan akomodasi)!

B. Percobaan 1 – Beasiswa University of Science and Technology (UST), Daejeon, Korea Selatan (Fall 2017)

Maret 2017, ketika kami masih menjalani skripsi di Thailand, kami mencoba apply master program di UST (intake Fall 2017). Setelah kami googling, ternyata Korea Selatan menarik juga di bidang teknologi pangannya, meskipun lebih mencolok IT nya. Gw tau beasiswa ini dari cici gw sendiri yang memang salah satu penerima beasiswanya di tahun 2015. Namun sayang, persiapan kami kurang matang saat itu. Kami sudah mencoba mencari profesor di sana namun tidak ada yang membalas. Di sisi lain, pengumuman TOEIC kami yang kami ambil di PSU baru keluar 2 hari setelah deadline aplikasi selesai. Meski sedikit telat, kami tetap mengirim ulang TOEIC kami ke pihak universitas sesaat pengumuman hasil TOEIC keluar. Selain itu, surat rekomendasi harus ada 2 dosen (bahkan harus bergelar profesor). Saat itu hanya surat dari wakil rektor kami, Pak Niki Prastomo, yang berhasil kami dapatkan tepat pada waktunya. Jadi kami hanya mengumpulkan 1 surat rekomendasi dari 2 yang disyaratkan. Pelajaran ini kami ambil untuk percobaan selanjutnya. Untuk hasil seleksinya, ga perlu ditanya lah ya? Tentu kami gagal karena belum siap.

Mencari profesor untuk S2 bisa menjadi kunci penting untuk memperlancar kita diterima di universitas tersebut. Selain itu, pengalaman organisasi dan volunteering juga penting untuk meningkatkan kalian diterima beasiswa, khususnya di luar negeri.

Setelah pengumuman gagal April 2017, gw dan YV pulang ke Indonesia di akhir Mei 2017 dengan membawa skripsi kami dari Thailand. Yap, kami harus sidang skripsi Juni-Juli 2017. Tentu kami akhirnya lulus hahaha. Setelah itu, kami tidak langsung memutuskan untuk bekerja, karena minat kami memang mau S2, menunggu pendaftaran baru  di bulan September 2017. Jadi kami saat itu apply jadi volunteer di beberapa event international, seperti World of Ghibli Jakarta 2017, Country Program Indonesia – Ship for Southeast Asian and Japanese Youth Program 2017, International Business Integrity Conference 2017. Puji Tuhan kami selalu keterima bareng di acara volunteering yang pakai seleksi ini hahahaha.

This slideshow requires JavaScript.

C. Percobaan 2 – Beasiswa University of Science and Technology, Daejeon, Korea Selatan (Spring 2018)

Sambil volunteering, kami mencoba lagi di percobaan kedua, dimana UST buka pendaftaran untuk periode Spring 2018 sejak kurang lebih September 2017. Kami sudah lebih siap dengan surat rekomendasi dari Pak Niki Prastomo dan Prof. Yohanes Surya, rektor kami. Dengan harap-harap cemas kali ini berhasil atau tidak, sedihnya kami gagal lagi saat pengumuman 16 Oktober 2017, tepat 2 hari setelah graduation ceremony perdana di Surya University. Dari sini kami pikir, kayaknya memang UST bukan jalan kami. Kami pun mencoba menunggu pendaftaran Korean Government Scholarship Program 2018 (KGSP 2018) yang dibuka Februari 2018 dan diprediksi akan berangkat ke Korea sekitar Agustus 2018 (kalau berhasil).

Mengingat kami akan menunggu cukup lama, tentu kami ga bisa bertahan hidup hanya dengan volunteering. Kami pun mencoba mencari pengalaman kerja di industri pangan. Setelah 2-3 bulan mencari pekerjaan, akhirnya pacar gw dapat kerja di industri pangan serbuk dan ditempatkan di departemen riset dan pengembangan pada bulan Desember 2017. Sementara gw baru dapat kerja Januari 2018 di bagian produksi di salah satu industri bakery.

D. Percobaan 3 – Beasiswa KGSP 2018 – Kyung Hee University, Korea Selatan (2018)

Fokus kami mulai terbelah-belah saat pendaftaran KGSP 2018 ini buka pada Februari 2018, mengingat harus bertanggung jawab dengan tugas kami di industri, dan juga harus fokus di aplikasi kali ini agar tidak gagal lagi. Beruntunglah ada teman cici gw, namanya Kak Sarah, salah satu penerima KGSP 2015 yang bersedia menjawab dan membimbing kami selama proses aplikasi berlangsung.

Bagi yang belum tau, KGSP ini dibagi menjadi 2 track pendaftaran: a) embassy track, b) university track. Lebih jelasnya coba googling aja kali ya apa bedanya. Intinya gw ama YV memilih university track karena kami sudah dapat calon profesor, Prof. Jong Whan Rhim, yang bersedia menerima kami berdua di lab beliau jika kami keterima KGSP. Mama gw saat itu mau ke Korea untuk menghadiri graduation ceremony cici gw di Daejeon. Sekalian kami titipkan berkas kami ke mama untuk diberikan kepada Prof. Rhim langsung!

IMG-20180219-WA0001
Mama gw uda ketemu Prof. Rhim dong, dan gw cuma bisa baper :”)

Hasil memang tidak mengkhianati usaha, dengan persiapan yang matang dan habis-habisan, secara ajaib gw dan YV lolos tahap 1 KGSP 2018. Lolos tahap 1 disini artinya di Kyung Hee University, hanya ada 20 orang yang keterima dari seluruh applicants yang daftar via university track-Kyung Hee University. Dari 20 itu, yang negaranya sama (sama-sama Indonesia misalnya) hanya maksimal 3 slot. Dan 2 slot dari 3 orang Indonesia di 20 peserta yang lolos itu, ada nyempil 1 pasangan ini hahaha. Such a blessing, meski belum keterima, namun kami senang bukan main, karena selangkah lagi kami bisa S2 di Korea!

Petaka datang pada 30 April 2018, dimana pengumuman tahap kedua KGSP maju lebih cepat 1 hari dari yang seharusnya. Yap, kami gagal di tahap ini dimana hanya ada 11 orang Indonesia yang diterima melalui university track (We’re sorry Prof. Rhim, we did our best!). Bisa jadi karena kami terlalu mirip (dari sisi background riset, pilihan universitas, dan asal universitas). Dari situ kami bener-bener down, nangis, galau karena kami kurang cocok dengan pekerjaan kami saat itu di industri dan di sisi lain ga dapet-dapet beasiswa S2nya. Gw inget 1 Mei 2018, hari buruh, gw kayak hampir ga makan sama skali karena galau maksimal. Juga YV yang stress mikir gimana kelanjutan hidup ini (eaaa).

E. Percobaan 4 dan 5 – MEXT 2018, Jepang, dan Ignacy Lukasiewicz 2018, Polandia

Beruntunglah ada YV yang memang secara mental dia lebih strong daripada gw. 1 Mei itu juga, YV langsung googling dan follow Instagram-instagram yang selalu posting tentang beasiswa, kayak EHEF, sahabat beasiswa, IND beasiswa, dll. Sesaat itu juga ternyata dalam waktu dekat ada 2 beasiswa yang bisa kami kejar karena menerima TOEIC: a) MEXT 2018, Jepang (Deadline 8 Mei 2018); b) Ignacy Lukasiewicz Scholarship, Polandia (Deadline 11 Mei 2018). Eropa mau terima TOEIC? Wow! Kami kejar saat itu juga pokoknya 2-2nya harus apply.

Untuk kemampuan bahasa Inggris, TOEIC lebih murah murah dan cenderung lebih mudah dibandingkan TOEFL iBT dan IELTS. Namun TOEIC hanya diterima di mayoritas Korea Selatan dan Jepang. TOEFL iBT dan IELTS lebih mahal dan sulit, namun diterima di hampir seluruh dunia.

Dengan malu-malu kami kembali ke kampus Surya University untuk meminta lagi surat rekomendasi dadakan dari Pak Niki Prastomo. Terbekatilah beliau karena selalu support kami berdua meskipun kami gagal berkali-kali. Selain itu kami juga harus medical check-up di rumah sakit untuk mendapatkan surat sehat sebagai syarat berkas beasiswa Ignacy Lukasiewicz. Gw ingat waktu itu gw baru pulang kerja malam skali dan paginya harus check up. Untung semuanya baik-baik saja walaupun teler banget.

Dengan jerih payah dan bermodalkan nekat serta berkas-berkas beasiswa yang gagal sebelumnya, akhirnya kami berhasil submit kedua aplikasi beasiswa tersebut tepat pada waktunya.

Gw lupa tepatnya kapan, kalau tidak salah akhir Mei atau awal Juni adalah pengumuman tahap 1 MEXT, dan pertengahan Juni adalah pengumuman tahap 1 Ignacy Lukasiewicz. Terus gw gagal lagi donk di MEXT, sementara YV lolos tahap 1 MEXT (I’m proud!). Untuk Ignacy, puji Tuhan kami berdua lolos tahap 1. Setelah YV tes tahap 2 MEXT, sayang sekali dia gagal. Jadi harapan kami sisa 1, yaitu Ignacy Lukasiewicz yang akan diumumkan siapa awardeenya pada tanggal 14 Agustus 2018.

Sambil berdoa terus menerus, kami menunggu tanggal itu datang. Kami juga memutuskan untuk mengambil TOEFL iBT tanggal 12 Agustus 2018, tepat 2 hari sebelum pengumuman final Ignacy, biar kami bisa apply ke banyak negara apabila kami gagal lagi Ignacy Lukasiewicznya.

Tanggal 14 Agustus 2018 pun datang. Gw ingat saat itu hari Selasa. Gw pas kebagian shift malam produksi. Jadi di pabrik, tepat jam 21.00 WIB (atau jam 16.00 waktu Polandia) pengumuman itu keluar. NOMOR PENDAFTARAN GW DAN PACAR GW ADA DI POSITIVE LIST!!!! Gw ingat nomor gw 223 dan YV 211. Gw ga peduli lagi di pabrik saat itu ada siapa, dan gw teriak sampe orang-orang kaget hahaha.. Kami berdua benar-benar ga percaya kami bisa berangkat bareng ke Polandia untuk S2. Ternyata bukan Asia – Korea atau Jepang, melainkan Eropa – Polandia yang memberikan kami kesempatan!

Capture

Capture2
Dari sini uda tau lah ya jadi YV itu siapa haha

F. Final words

Setelah pengumuman beasiswa itu, kami berdua pun mengundurkan diri baik-baik dari tempat kami bekerja. Puji Tuhan, mereka pun mendukung kami dan menerima alasan pengunduran diri kami yang terkesan sangat mendadak. Kami pun fokus untuk melengkapi berkas visa dan juga legalisasi dokumen karena per tanggal 1 Oktober 2018, perkuliahan sudah dimulai, which means 1,5 bulan saja waktu kami mempersiapkan ini semua.

Semua pun dilancarkan sampai akhirnya kami sampai di Lodz, Polandia, tempat kami belajar Bahasa Polandia dulu 1 tahun sebelum nanti Master Program di tahun 2019.

Inilah cerita gw dan pacar gw mendapatkan beasiswa di Polandia. Tentu ada banyak sekali pihak yang mendukung kami, ada juga yang ragu apakah kami bisa atau tidak berangkat bersama, ada juga yang tidak peduli haha. Namun gw pribadi berterima kasih kepada mereka semua karena secara tidak langsung memicu semangat kami berdua agar bisa berangkat bersama mengejar impian kami bersama-sama. Mohon doanya juga agar kami bisa menjalankan pendidikan kami di Polandia ini dengan baik.

DSC_0607
Indonesian Ignacy Lukasiewicz 2018 Awardees

Ingat, tentukan cita-cita kalian dulu sebelum mengambil S2. Apabila memang perlu, ambillah S2. Apabila tidak perlu, lebih baik mencari pengalaman kerja. S2 bukanlah jalan-jalan, bukan senang-senang, melainkan belajar. Jangan sampai memilih S2 hanya karena mau menghindari dunia kerja, ya! Dan juga selalu ingat Tuhan, tanpa bantuanNya, kita tidak akan bisa. Percayalah, Tuhan selalu memberikan kita jalan yang tepat, mungkin ga sesuai dengan yang kita inginkan, tapi rencanaNya akan selalu lebih baik dari yang kita bayangkan.

WAW inaugural71218_181215_0074
Inauguration Ceremony Ignacy Lukasiewicz 2018

So, choose wisely, your future is in your own hand. Sekian dari gw, terima kasih dan semoga bermanfaat 😊